Tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada Serentak 2024 di DKJakarta hanya mencapai 58%. Angka ini menjadi sorotan tajam terhadap kualitas demokrasi di daerah bekas ibukota dan menyoroti kelemahan strategi Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKJakarta. Meski berbagai program sosialisasi telah dijalankan, rendahnya partisipasi membuktikan bahwa upaya tersebut belum efektif dan membutuhkan evaluasi secara menyeluruh.
Dalam demokrasi, partisipasi pemilih adalah sebuah indikator keberhasilan pendidikan politik dan kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilu. Namun, meskipun KPU DKJ telah melaporkan serangkaian upaya seperti kampanye media sosial, pemasangan baliho, dan pertemuan dengan masyarakat, data yang disajikan malah menunjukkan hasil yang mengecewakan. Terutama, kelompok pemilih muda dan penduduk di wilayah pinggir Jakarta yang sering kali sulit mengakses informasi tampaknya belum tersentuh secara optimal.
Fakta ini mengindikasikan adanya celah dalam edukasi politik kepada masyarakat. Banyak warga yang tidak memahami prosedur pemilu, bingung dengan lokasi tempat pemungutan suara, atau tidak mengenal visi dan misi calon. Selain itu, pendekatan kampanye yang cenderung teknis dinilai kurang efektif dalam membangkitkan kesadaran politik masyarakat di DKJakarta.
Rendahnya partisipasi juga disebabkan oleh meningkatnya ketidakpedulian masyarakat, terutama generasi muda, yang menganggap Pilkada sebagai ajang elitis tanpa dampak langsung pada kehidupan sehari-hari. Penurunan kepercayaan ini menjadi sinyal bahwa KPU perlu mengubah pendekatannya pada masyarakat agar lebih relevan dan inklusif.
Kegagalan ini tidak hanya berdampak pada aspek teknis penyelenggaraan, tetapi juga mengancam legitimasi demokrasi itu sendiri. Jika KPU DKJakarta tidak segera melakukan perbaikan, demokrasi di daerah bekas ibukota berisiko tereduksi menjadi formalitas administratif tanpa adanya partisipasi aktif dari rakyat.
Tantangan ke depan bagi KPU DKJakarta adalah mengembalikan kepercayaan publik melalui strategi yang lebih mendekatkan masyarakat pada proses demokrasi. Reformasi dalam pendekatan sosialisasi dan edukasi politik menjadi sebuah keharusan untuk lembaga seperti KPU.
Kualitas demokrasi tidak hanya bergantung pada jumlah pemilih yang datang ke TPS, tetapi juga pada kemampuan institusi seperti KPU dalam merangkul dan memberikan pendidikan pemilihan pada masyarakat untuk berpartisipasi secara bermakna. Dengan demikian, langkah perbaikan tidak hanya mendukung legitimasi Pilkada, tetapi juga memperkuat pondasi demokrasi yang sehat dan berkelanjutan di DKJakarta.